China Tiba-tiba Obral Surat Utang AS, Ada Apa?

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - China telah mengurangi kepemilikan surat utang pemerintah Amerika Serikat (US Treasury) sebesar US$18,9 miliar pada Maret 2025, menjadikan total kepemilikannya sebesar US$765,4 miliar.

Berdasarkan laman resmi ticdata.treasury.gov, penurunan kepemilikan oleh China ini menyebabkan China turun ke posisi ketiga sebagai pemegang asing terbesar surat utang AS, digantikan oleh Inggris yang meningkatkan kepemilikannya menjadi US$779,3 miliar.

Langkah ini mencerminkan strategi China untuk mendiversifikasi cadangan devisanya, mengurangi ketergantungan pada aset dolar AS di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan kekhawatiran terhadap sanksi finansial dari Washington. Selain itu, penurunan ini terjadi sebelum pengumuman tarif baru oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang memicu volatilitas pasar obligasi AS pada April 2025.

Meskipun terjadi penurunan, total kepemilikan asing atas surat utang AS mencapai rekor tertinggi sebesar US$9,05 triliun pada Maret 2025, menunjukkan bahwa investor global masih melihat obligasi AS sebagai aset yang relatif aman.

China mengurangi eksposurnya sebelum obligasi pemerintah AS mengalami salah satu bulan terliar dalam beberapa tahun terakhir pada bulan April, ketika pengumuman tarif"Hari Pembebasan" oleh Presiden Trump memicu aksi jual tajam.

Pembalikan kebijakan yang tiba-tiba bulan lalu, terutama jeda tarif selama 90 hari untuk sebagian besar mitra dagang Washington, membantu menenangkan kegelisahan investor tetapi imbal hasil tetap tinggi.

Moody's Ratings mencabut peringkat kredit teratas pemerintah AS pada Jumat lalu, yang mengakibatkan kenaikan imbal hasil obligasi Treasury.

Kenapa China Kurangi Eksposur ke Surat Utang AS?

Dilansir dari The Economic Times, Brad Setser, mantan pejabat Departemen Keuangan AS dan kini di Council on Foreign Relations, mencatat bahwa pengurangan kepemilikan oleh China lebih merupakan strategi untuk mengurangi durasi portofolio daripada langkah untuk meninggalkan dolar AS. Ini menunjukkan bahwa China mungkin sedang menyesuaikan struktur jatuh tempo obligasinya untuk mengurangi risiko pasar, bukan mengurangi eksposur terhadap mata uang dolar secara keseluruhan.

"Saya melihat bukti kuat bahwa China memperpendek jatuh tempo portofolionya," tulisnya.

Perubahan ini mencerminkan dinamika pasar keuangan global, di mana negara-negara menyesuaikan portofolio investasi mereka berdasarkan kondisi ekonomi dan kebijakan moneter yang berlaku.

Penurunan kepemilikan China mencerminkan strategi diversifikasi cadangan devisa mereka dari US Treasury, dengan mengalihkan investasi ke emas. Selain itu, China diduga menggunakan kustodian pihak ketiga seperti Euroclear dan Clearstream untuk menyamarkan skala sebenarnya dari kepemilikan aset AS mereka.

Secara keseluruhan, langkah China ini menunjukkan respons strategis terhadap ketegangan perdagangan yang meningkat dan kondisi ekonomi global yang berubah, dengan fokus pada diversifikasi aset dan pengelolaan risiko yang lebih hati-hati.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |