Jakarta, CNBC Indonesia - China dan Amerika Serikat (AS) diketahui kerap menuding satu sama lain melakukan serangan siber. Terbaru, Beijing mengaku jadi sasaran serangan yang bisa melumpuhkan jaringan penting di dalam negeri.
Menurut Kementerian Keamanan Negara China, operasi serangan dilakukan Badan Keamanan Nasional AS. Serangan siber itu telah dilakukan dalam waktu yang panjang dan kementerian juga telah memegang bukti berbentuk data dan kredensial yang dicuri pada 2022 silam.
Data-data tersebut digunakan untuk memata-matai perangkat seluler dan sistem jaringan staf di lembaga-lembaga China, dikutip dari Reuters, Senin (20/10/2025).
Operasi serangan dilakukan dengan mengeksploitasi kerentanan pada layanan pesan di merek smartphone asing, menurut laporan. Namun tak disebutkan merek HP yang berhasil dijebol pertahanannya.
Serangan yang dilakukan, China mengatakan bisa mengganggu jaringan komunikasi, sistem keuangan, pasokan listrik dan waktu standar internasional.
Serangan juga terjadi pada 2023 dan 2024. Saat itu AS menyerang sistem jaringan internal pusat dan pengaturan waktu berbasis darat.
Reuters menuliskan kedutaan Besar AS di Beijing tak menanggapi tuduhan itu. Namun sebaliknya menuding pelaku dari China melakukan serangan siber kepada negaranya.
Menurut mereka, korban dari serangan siber pelaku asal China itu adalah penyedia jaringan telekomunikasi baik AS dan global. Serangan dilakukan untuk kampanye spionase siber yang luas dan signifikan.
"China merupakan ancaman siber paling aktif dan terus menerus pada pemerintah AS, swasta, dan jaringan infrastruktur penting," kata juru bicara kedutaan AS.
Sebagai informasi, pusat layanan waktu adalah lembaga penelitian yang menghasilkan, memelihara dan menyiarkan waktu standar China. Lembaga itu berada di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan China.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Perang Saudara Menggila, China Makin Parah Serang Taiwan