China Mainkan "Kartu Truf", Hajar AS-Sandera Dunia

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Penurunan tajam ekspor magnet tanah jarang China pada September kembali memicu kekhawatiran global bahwa Beijing dapat menggunakan dominasinya atas bahan penting ini sebagai alat tekanan dalam perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Langkah tersebut muncul hanya beberapa bulan setelah kedua negara menandatangani kesepakatan untuk melonggarkan aliran mineral strategis.

Menurut data Bea Cukai China, ekspor magnet tanah jarang yang menjadi komponen penting untuk industri pertahanan AS dan produsen otomotif hingga ponsel pintar, turun 6,1% pada September dibanding Agustus, menjadi 5.774 ton dari 6.146 ton bulan sebelumnya. Realisasi itu menjadi level tertinggi dalam 7 bulan terakhir.

Penurunan ini terjadi bahkan sebelum pemerintah China memperluas rezim perizinan ekspor yang diumumkan awal Oktober, yang disebut para analis sebagai sinyal bahwa Beijing kembali memperketat kendali atas pasokan mineral strategisnya.

"Fluktuasi tajam ekspor magnet tanah jarang menunjukkan bahwa China sadar sepenuhnya sedang memegang kartu kunci dalam perundingan perdagangan internasional," ujar Chim Lee, analis senior di Economist Intelligence Unit (EIU), dilansir Reuters, Senin (20/10/2025).

Adapun dalam 2 bulan pertama tahun ini, China sempat menekan produsen otomotif global dengan pembatasan ekspor berbagai produk tanah jarang dan magnet terkait, saat perundingan dengan AS memanas terkait rencana Washington memberlakukan tarif baru ratusan persen terhadap barang-barang asal China.

Empat bulan kemudian, ancaman tarif baru dan pembatasan ekspor kembali muncul, memperkuat kekhawatiran bahwa Beijing akan menggunakan strategi lama yang sama, yakni menjadikan mineral strategis sebagai alat negosiasi dagang.

Langkah ini berpotensi melanggar kesepakatan Juni lalu antara China dan AS untuk melonggarkan perdagangan mineral penting, yang sebelumnya dianggap sebagai upaya de-eskalasi perang dagang kedua negara.

Dampak Global dan Arah Kebijakan

Meski ekspor pada September turun dari bulan sebelumnya, volume ekspor secara tahunan masih naik 17,5% dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun penurunan bulanan ini menandakan adanya hambatan baru bagi perusahaan-perusahaan yang bergantung pada pasokan China.

Media lokal melaporkan bahwa otoritas China kini memperketat proses pemberian izin ekspor, dengan pengawasan serupa seperti pada puncak perang dagang April lalu. Langkah itu membuat sejumlah perusahaan asing kesulitan mengamankan lisensi ekspor.

Minggu lalu, Kementerian Perdagangan China menuduh Amerika Serikat sengaja menciptakan kepanikan global dengan "salah menafsirkan" aturan ekspor baru Beijing. Kementerian itu menegaskan akan tetap mengizinkan ekspor untuk keperluan sipil.

Meski begitu, para analis memperingatkan bahwa pembatasan tersebut bisa menjerat pengguna komersial sipil, karena efek domino kebijakan yang sejatinya ditujukan untuk membatasi akses perusahaan pertahanan AS terhadap bahan penting.

"Kemampuan China untuk mengendalikan ekspor tanah jarang adalah alat yang sangat kuat," kata Dan Wang, Direktur China di Eurasia Group.

"Selain mengganggu produksi global, langkah ini juga menimbulkan rasa tidak aman atas ketergantungan dunia terhadap pasokan dari China," tambahnya.

Wang menegaskan bahwa negara-negara Barat harus menyesuaikan diri dengan gaya manajemen baru Beijing. "Dunia harus belajar menghadapi sistem kontrol sumber daya strategis yang dijalankan secara monopolis oleh negara di sisi lain," ujarnya.

Negara Tujuan dan Dampak ke AS

Menurut data bea cukai, Jerman, Korea Selatan, Vietnam, Amerika Serikat, dan Meksiko menjadi lima tujuan utama ekspor magnet tanah jarang China pada September. Selama 9 bulan pertama 2025, total ekspor magnet tanah jarang mencapai 39.817 ton, turun 7,5% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Secara khusus, pengiriman ke Amerika Serikat anjlok 28,7% dibanding Agustus, sementara ekspor ke Vietnam justru melonjak 57,5%. Pengiriman ke Belanda juga naik 109%, meski angka itu kemungkinan bias karena peran besar pelabuhan Rotterdam sebagai hub transit Eropa.

Sementara itu, Presiden Donald Trump kembali memperingatkan China agar tidak menggunakan tanah jarang sebagai senjata dagang.

"Saya tidak ingin China bermain 'permainan tanah jarang' dengan kami," katanya kepada wartawan di dalam pesawat Air Force One.

Trump mengisyaratkan bahwa ia mungkin akan menunda pengembalian tarif tinggi terhadap produk China yang semula direncanakan naik di atas 100% jika Beijing bersedia kembali membeli kedelai dari Amerika Serikat.

Namun, tanda-tanda kompromi belum terlihat. Beijing tetap berkukuh bahwa pembatasan ekspor yang lebih luas, yang akan berlaku tepat sebelum berakhirnya gencatan tarif 90 hari pada 10 November, adalah kebijakan yang "sejalan dengan praktik negara besar lainnya."

Presiden Xi Jinping dijadwalkan bertemu Trump di Korea Selatan akhir bulan ini. Namun para ekonom memperingatkan bahwa gesekan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia itu kini menjadi kondisi permanen.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Beda Efek Perang Tarif Trump untuk RI, China dan AS

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |