Jakarta, CNBC Indonesia - Adopsi taksi otomatis tanpa sopir (robotaxi) mulai berkembang ke negara-negara lain di luar Amerika Serikat (AS) dan China. Beberapa saat lalu, perusahaan mobil otomatis asal AS, May Mobility, telah mengamankan investasi dari raksasa transportasi online berbasis Singapura, Grab.
May Mobility memang sudah memantapkan rencana untuk berekspansi ke wilayah Asia Tenggara pada tahun depan. Kesepakatan antara May Mobility dan Grab merupakan langkah lebih lanjut untuk menggelar robotaxi secara global, dikutip dari Reuters beberapa saat lalu. Kesepakatan ini juga menciptakan blueprint tentang bagaimana robotaxi bisa dikelola dalam platform pemesanan kendaraan yang sudah ada.
Terbaru, Uber dan Lyft mengumumkan kolaborasi dengan raksasa teknologi Baidu asal China untuk meluncurkan uji coba robotaxi di Inggris mulai tahun depan.
Ini menjadi tonggak baru untuk mendorong komersialisasi robotaxi di kawasan Eropa. Sebagai bagian dari kemitraan tersebut, unit Apollo Go RT6 milik Baidu akan bergabung ke jaringan platform transportasi online London mulai 2026.
Hal ini sekaligus menandakan kompetisi langsung antara raksasa AS dan China di pasar Eropa, menyusul Waymo milik Alphabet (Google) yang baru-baru ini memulai pengujian dengan pengawasan di kota tersebut.
Kemajuan Inggris sebagai 'sandbox' global untuk robotaxi didorong oleh 'Automated Vehicles Act 2024' yang memberikan kerangka legal untuk tanggung jawab yang saat ini masih belum diterapkan di Uni Eropa yang lebih terfragmentasi.
Undang-undang ini mengalihkan tanggung jawab hukum atas insiden dari orang yang berada di dalam mobil ke entitas pengemudi otomatis yang berwenang.
Startup berbasis London, Wayve, juga memperisapkan peluncuran pengujian kendaraan otomatis pada 2026 mendatang, dengan bekingan investasi yang dipimpin SoftBank Group dan Uber sekitar US$1 miliar.
Momentum ini mencerminkan lonjakan global yang lebih luas karena Baidu dan WeRide memperluas operasi mereka ke Timur Tengah dan Swiss. Sementara kota-kota seperti Austin, San Francisco di AS, Abu Dhabi di UEA, dan Wuhan, China telah menjadi pusat utama operasi robotaxi.
Robotaxi menjanjikan angkutan yang lebih ramah lingkungan, aman, dan berbiaya rendah, tetapi kemampuan monetisasinya masih belum jelas.
Perusahaan publik seperti Pony.ai dan WeRide hingga sekarang masih merugi. Para analis memperingatkan biaya tinggi untuk mengembangkan robotaxi bisa menekan margin untuk penyedia platform seperti Uber dan Lyft.
Analis mengatakan jaringan hibrida yang mencampurkan robotaxi dengan sopir manusia mungkin bisa menjadi model yang lebih mumpuni untuk menyeimbangkan permintaan dan penetapan harga.
Bagi Lyft, pengujian di Inggris menjadi terobosan baru dalam ekspansinya di pasar global, menyusul akuisisi US$200 juta terhadap aplikasi taksi asal Eropa, FreeNow, pada tahun ini.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]

4 hours ago
2

















































