Cerita Terjebak di Negara Arab Miskin, Sudah Bayar Rp 8 Juta Tapi...

1 hour ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Ribuan migran asal Somalia yang mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri kini menghadapi realitas ekonomi yang brutal di Yaman. Mereka yang berharap menjadikan Yaman sebagai batu loncatan menuju negara-negara Teluk yang kaya minyak, justru terjebak dalam kemiskinan ekstrem di kota Aden yang disebut "Little Mogadishu".

Yaman, negara termiskin di Semenanjung Arab, telah dilanda perang selama lebih dari satu dekade yang menyebabkan pengangguran massal, kekurangan pangan, dan kehancuran infrastruktur. Keadaan ini membuat migran Afrika, yang mencari pekerjaan di sektor konstruksi atau rumah tangga di negara-negara Teluk, kesulitan mendapatkan pijakan.

Abdullah Omar (29), seorang ayah empat anak asal Somalia, menggambarkan realitas yang dihadapinya. Setelah membayar US$500 (Rp8,37 juta) kepada penyelundup lebih dari setahun lalu untuk melarikan diri dari Somalia, di Yaman, ia hanya mampu mencuci mobil dengan upah beberapa dolar sehari.


"Beberapa hari kami makan, beberapa hari terserah Tuhan. Begitulah hidup," kata Omar, dikutip AFP.

Kondisi putus asa ini mendorong Omar untuk mendaftar program repatriasi PBB. Ia mengakui tak ada juga celah untuk mendapatkan pekerjaan.

"Di sini saya tidak punya apa-apa... Tidak ada pekerjaan, tidak ada uang, dan tidak ada sekolah untuk anak-anak," tandasnya.

Survei Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengonfirmasi tren ini, di mana 56% warga Somalia yang kembali menyebut "kurangnya peluang pendapatan" di Yaman sebagai alasan utama mereka ingin pulang. Ironisnya, arus migrasi ke Yaman masih terjadi.

Menurut PBB, sekitar 17.000 warga Afrika tiba di Yaman pada Oktober, meningkat 99% dari bulan sebelumnya, didominasi oleh warga Somalia dan Djibouti. Namun, kenyataannya, hampir 19,5 juta orang di Yaman, lebih dari separuh populasinya, membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Meskipun Somalia masih dilanda perang saudara oleh pemberontak Al-Shabaab, ibu kota Mogadishu telah mengalami stabilitas relatif, dengan adanya ledakan konstruksi di beberapa bagian kota. Harapan tersebut menjadi penarik bagi para migran yang terjebak di Yaman.

Ahmed Abu Bakr Marzouk (58), yang datang ke Yaman 25 tahun lalu, kini memutuskan kembali karena tidak ada pekerjaan selama tiga atau empat tahun terakhir di Yaman. Marzouk pasrah dengan masa depannya.

"Jika perdamaian kembali (ke Yaman), saya akan kembali," katanya. "Jika tidak, saya tidak akan kembali,".

Program kepulangan sukarela PBB (UNHCR) kini menjadi penyelamat, menyediakan transportasi gratis dan uang tunai untuk membantu transisi kembali ke negara asal. PBB telah merepatriasi lebih dari 500 warga Somalia tahun ini dan merencanakan sekitar 450 orang lagi menyusul di akhir tahun.

(tps/șef)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |