Calon Menteri Datangi Istana, Siap Mati Jika Gagal Perbaiki Ekonomi RI

2 hours ago 2
Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu.

Jakarta, CNBC Indonesia - Nama-nama calon menteri dalam reshuffle kabinet selalu menjadi sorotan publik. Sebab, di pundak merekalah masyarakat menaruh harapan untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Namun, sepanjang sejarah, hampir tak ada calon menteri yang berani tampil seberani Hadeli Hasibuan. Dia dengan tegas siap mempertaruhkan nyawa, bahkan menerima hukuman berat, apabila gagal memulihkan kondisi ekonomi Indonesia di pertengahan 1960-an.

Siap Dihukum Mati

Nama Hadeli Hasibuan (sumber lain menyebut Hadely Hasibuan) mencuat tak lama setelah Presiden Soekarno berpidato di Istana Bogor pada 15 Januari 1966.

Dalam pidatonya, Soekarno mengumumkan sayembara terbuka imbas krisis yang menjerat rakyat. Menurut catatan aktivis Soe Hok Gie dalam Zaman Peralihan (2005), sejak akhir 1965 harga bahan pangan melonjak hingga ratusan persen. Harga bensin pun naik tajam dari Rp400 menjadi Rp1.000 per liter. Kondisi ini membuat rakyat kian terhimpit, terlebih situasi politik pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 juga sangat tidak stabil.

Dalam sayembara, Soekarno mengatakan siapa pun rakyat Indonesia yang berani melamar sebagai Menteri Penurunan Harga dipersilakan datang langsung ke Istana Merdeka, Jakarta. Namun risikonya jika gagal, taruhannya adalah nyawa.

"Siapa saja yang berani dan sanggup menurunkan harga dalam waktu tiga bulan akan diangkat menjadi Menteri Penurunan Harga. Apabila dalam tempo tiga bulan, yakni sampai 15 April 1966, keadaan ekonomi bertambah buruk, dia akan ditembak mati. Apabila keadaan sama saja, dia akan saya masukkan ke dalam penjara selama 10 tahun!" kata Soekarno, dikutip dari Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Sukarno 30 September 1965-Pelengkap Nawaksara (2014).

Di titik inilah nama Hadeli Hasibuan mencuat. Pria berlatar pengacara itu memberanikan diri mengajukan lamaran. Dia mengirim surat langsung ke Istana Merdeka untuk menyatakan kesediaannya menerima tantangan yang berisiko nyawa tersebut.

Tak lama kemudian, pihak istana memanggil Hadeli untuk menyampaikan gagasannya. Pada 2 Februari 1966, dia datang ke Istana dan disambut langsung oleh Wakil Perdana Menteri Johannes Leimena.

Kepada wartawan, Hadeli kemudian membeberkan idenya. Dia mengusulkan langkah-langkah liberalisasi ekonomi, efisiensi anggaran, peralihan pengelolaan BUMN kepada tenaga ahli, hingga membuka ruang bagi swasta.

Hadely Hasibuan. (Facebook/KISAH DAN TOKOH)Foto: Hadely Hasibuan. (Facebook/KISAH DAN TOKOH)
Hadely Hasibuan. (Facebook/KISAH DAN TOKOH)

"Misalnya mengenai penghematan, pembangunan yang kurang perlu agar dihentikan atau diperkecil terlebih dahulu. [...] Untuk menurunkan harga-harga barang, ya serahkan saja ke swasta. Walaupun pemerintah tidak punya devisa, swasta banyak punya devisa. Hanya saja karena tidak ada kebebasan, maka orang main selundupan," ungkap Hadeli kepada koran Berita Yudha (3 Februari 1966)

Dia juga menolak gagasan ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) ala Soekarno. Menurutnya, Indonesia belum bisa menerapkan kemandirian. Di dunia hanya ada dua negara saja yang bisa melakukannya, yakni AS dan Uni Soviet.

"Pada taraf sekarang ini kita masih perlu industri yang belum dapat kita buat sendiri," katanya.

Lebih jauh, dua juga berencana mendorong Indonesia kembali bergabung dengan PBB, menghentikan konfrontasi dengan Malaysia, memangkas jumlah menteri, serta memanggil kembali ekonom Sumitro Djojohadikusumo yang kala itu hidup di pengasingan akibat bersitegang dengan Soekarno.

Dalam autobiografinya Pengalamanku sebagai Calon Menteri Penurunan Harga (1985), Hadeli yakin konsep itu bisa memperbaiki ekonomi Indonesia.

"Saya bersedia ditembak mati bila pelaksanaan konsep itu gagal dalam waktu tiga bulan," ujarnya.

Dianggap Gila

Namun, ide-ide itu langsung ditolak. Leimena sudah menduga gagasan Hadeli tidak akan diterima. Dia bahkan menyebutnya gila dan tak masuk akal. Benar saja, setelah dilaporkan ke Soekarno, hasilnya keluar.

Atas nama presiden, Leimena menegaskan konsep Hadeli tidak bisa diterima. Alasannya jelas, gagasan itu bertentangan dengan kebijakan politik Soekarno yang sangat anti-liberalisasi.

Meski gagal menjadi menteri, nama Hadeli telanjur jadi sorotan. Berita mengenai dirinya dan gagasan ekonominya ramai menghiasi surat kabar. Hadeli pun terkenal.

Waktu kemudian membuktikan, Soekarno memang tak sanggup mengatasi krisis. Kekuasaan akhirnya beralih ke Jenderal Soeharto, yang resmi menjadi Presiden ke-2 RI pada 1968. Melalui tangan para ekonom yang kelak dijuluki Mafia Berkeley, Soeharto berhasil memperbaiki ekonomi Indonesia dengan cara-cara yang justru selaras dengan gagasan Hadeli.

Sampai hari ini, belum pernah ada lagi calon menteri yang berani mempertaruhkan nyawa demi jabatan. Dalam sejarah Indonesia, Hadeli Hasibuan tercatat sebagai satu-satunya orang yang rela pasang badan dengan taruhan hidup dan mati demi menyelamatkan ekonomi bangsa.


(mfa/wur) Next Article Saat Negara Asia-Afrika Bersatu Hadapi Dominasi Kekuatan Besar Dunia

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |