Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah konservartisme yang masih membayangi sebagian besar wilayah benua Afrika, Afrika Selatan (Afsel) muncul sebagai anomali. Bisnis ritel alat bantu seksual atau sex shop kini berkembang pesat dan mulai masuk ke pasar arus utama (mainstream) di negeri itu.
Industri tersebut kini bertransformasi dari bisnis "gelap" menjadi butik "gaya hidup kelas atas". Di kota-kota besar seperti Johannesburg misalnya, iklan toko-toko alat seksual ini terpampang jelas di lampu jalan pemukiman elit.
Sesungguhnya, fakta itu adalah sebuah pemandangan yang jarang ditemukan di banyak negara Afrika lainnya, di mana bisnis semacam ini sering kali dilarang atau dianggap tabu. Dan, pertumbuhan sektor ini di Afsel, tidak lepas dari sejarah politik negara tersebut.
Pada era apartheid, Afsel memang merupakan masyarakat penganut Calvinis yang sangat ketat. Di mana pornografi adalah barang ilegal yang bisa menjebloskan pelakunya ke penjara.
Namun sejak pemilu demokratis pertama pada tahun 1994, gelombang liberalisasi hukum terjadi. Legalisasi pornografi, pernikahan lintas budaya, hingga hak-hak sipil lainnya membuka pintu bagi industri dewasa untuk tumbuh secara legal di negara tersebut.
Jika pada tahun 2010an toko-toko ini identik dengan bilik-bilik tontonan porno untuk pria, kini wajah industri tersebut telah berubah total menjadi "toko dewasa" yang bersih dan modern. Transformasi ini ditandai dengan perubahan desain interior yang mengadopsi tampilan butik kosmetik dengan rak-rak kaca yang rapi.
Fokus pasar pun bergeser secara signifikan untuk menyasar konsumen wanita dan pasangan. Produk yang ditawarkan kini lebih beragam, mulai dari alat bantu kesehatan seksual dengan kemasan diskrit, minyak pijat, hingga board game bertema dewasa, tanpa menyediakan konten pornografi fisik atau bilik tontonan.
Salah satu pemain utama di industri ini adalah Luvland. Kini perusahaan memiliki 80 butik di seluruh Afsel.
Patrick Meyer, pemilik waralaba Luvland, mengungkapkan bahwa terobosan citra ini terinspirasi dari kesuksesan novel erotis "Fifty Shades of Grey" pada tahun 2011 yang membuat topik seksualitas menjadi lebih terbuka bagi publik. Luvland kini mempekerjakan sekitar 250 karyawan dan menargetkan pertumbuhan hingga 100 gerai fisik dalam beberapa tahun ke depan.
"Kehadiran toko fisik tetap penting di tengah gempuran e-commerce agar pelanggan bisa mendapatkan edukasi langsung mengenai keamanan produk dari staf ahli," kata Meyer kepada AFP, Selasa (23/12/2025).
Memang, basis pelanggan terbesar masih berasal dari populasi kulit putih. Namun para pelaku usaha mulai melakukan penetrasi ke populasi kulit hitam melalui edukasi budaya.
"Saya melihat lebih banyak orang kulit hitam yang mulai membeli," kata pemilik toko lain, HunnyBunn, Dominic Mabaso.
"Mereka merasa lebih aman di ruang di mana saya, sesama orang kulit hitam, memberi tahu mereka bahwa ini adalah hal yang wajar," ujarnya.
Dengan semakin berkurangnya stigma sosial, industri ini diprediksi akan terus menguat. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya rasa penasaran konsumen untuk mencoba hal baru dalam kehidupan personal mereka.
(tps/sef)
[Gambas:Video CNBC]

2 hours ago
1

















































