Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro membeberkan penyebab undisbursed loan atau kredit yang belum disalurkan perbankan masih menggunung.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat total undisbursed loan atau kredit yang belum disalurkan perbankan pada November 2025 masih besar, yaitu senilai Rp2.509,4 triliun atau setara dengan 23,18% dari plafon kredit yang tersedia. Apa penyebabnya?
Pertama, Solikin menilai lemahnya permintaan kredit baik dari rumah tangga maupun korporasi menjadi penyebab tertahannya kredit di bank. Para korporasi enggan menggunakan uang pinjaman untuk operasional maupun ekspansi dan memilih menggunakan sumber pendanaan internal.
"Mereka masih wait and see. Dan juga, mereka masih punya simpanan internal, atau dana internal, gitu. Daripada ngambil ke bank, mendingan pake duit saya sendiri. Karena mungkin bisa saja yield (bunga) masih tinggi," ucap Solikin dalam taklimat media yang digelar di kantor BI, Jakarta, pada Senin (22/12/2025).
Kemudian, adanya permintaan kredit dari rumah tangga juga lesu karena mereka masih 'ngerem' untuk ekspansi bisnis turut jadi penyebab.
Solikin menyebut sektor rumah tangga masih ragu dalam mengambil kredit karena masih mempertahankan sikap wait and see dan juga karena suku bunga kredit bank yang tinggi.
Terkait suku bunga kredit bank, Solikin menyatakan masih marak praktik special rate yang menghambat penurunan suku bunga kredit di bank.
"Pihak-pihak yang punya duit banyak walaupun taruh deposito (bunga umumnya) 3 persen, mereka minta 5 persen, bahkan 6 persen," terangnya.
Ia mengatakan praktik special rate yang tinggi tersebut menyebabkan cost of loanable fund tau biaya penghimpunan dana menjadi lebih tinggi dan berimplikasi kepada sulitnya menurunkan bunga kredit bank.
Solikin menjelaskan BI memiliki kebijakan untuk mengatasi tiga hal tersebut, sehingga dapat lebih mendorong penyaluran kredit dan ujungnya adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang sustainable.
"Sehingga Kebijakan-kebijakan yang akan kita lakukan ke depan ini, selain kita menggunakan regular instrumen, instrument makroprudensial. Kita juga melakukan komunikasi dan koordinasi yang diperkuat untuk mendorong respons sisi demand, respons sektor riil," terang Solikin.
"Makanya juga pak Gubernur menyampaikan itu yang namanya Pinisi (percepatan intermediasi indonesia)," sambungnya.
Ia mengatakan terkait demand ini BI juga akan berkoordinasi dengan KSSK untuk melakukan pemetaan mengenai sektor-sektor mana yang memiliki peran signifikan terhadap kegiatan ekonomi sehingga dapat dikelola untuk membangun persepsi kepercayaan ekonomi.
(ras/haa)
[Gambas:Video CNBC]

3 hours ago
3
















































