- Pasar keuangan keuangan dalam negeri bergerak tidak sewarna pada perdagangan kemarin. IHSG melaju kencang, rupiah melemah, sementara itu yield obligasi pemerintah turun
- Wall Street nyaris tidak bergerak karena market wait and see
- Pelaku pasar hari ini akan menanti rilis data ekonomi dalam maupun luar negeri, terutama data dari Amerika Serikat
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kembali bergerak tak seragam pada perdagangan kemarin, Kamis (3/12/2025). Pasar saham mampu tampil cemerlang hingga ditutup pada level tertinggi alias All Time High (ATH), namun rupiah harus kembali tertekan dan yield obligasi RI turun.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan mampu bergerak positif pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (5/12/2025). Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini. Investor juga dapat melihat agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat pada perdagangan kemarin. IHSG ditutup naik 0,33% atau 28,41 poin ke level 8.640,20 yang sekaligus menjadi level penutupan tertinggi atau ATH setelah seharian bergerak di zona hijau. Indeks dibuka di 8.646,65, sempat menyentuh level 8.650,30, dan terkoreksi ke level 8.606,90 sebelum kembali menguat jelang penutupan.
Aktivitas pasar terbilang cukup ramai, dengan total transaksi Rp21,19 triliun dengan 51,36 miliar saham diperdagangkan dalam 2,79 juta kali transaksi. Dari keseluruhan emiten, 358 saham menguat, 302 melemah, dan 140 stagnan. Kapitalisasi pasar tercatat naik ke Rp15.887 triliun.
Investor asing tercatat kembali meramaikan IHSG dengan tercatat net buy hingga Rp1,70 triliun.
Dari 11 sektor, hanya dua sektor yang melemah, yakni sektor utilitas yang melemah 1,74% dan bahan baku terkoreksi 0,36%.
Sementara sembilan sektor lainnya kompak menguat. Sektor teknologi memimpin penguatan dengan kenaikan 1,68%, disusul energi 1,25%, kesehatan 0,73%, industri 0,70% dan sektor konsumer non-siklikal terapresiasi 0,56%.
Di jajaran emiten penggerak IHSG, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi penggerak utama dengan kontribusi 7,23 indeks poin, diikuti PT United Tractors Tbk (UNTR) sebesar 6,10 indeks poin, dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang berkontribusi 5,51 indeks poin pada penguatan IHSG kemarin.
Sebaliknya, tekanan koreksi terbesar datang dari PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang menahan lajut penguatan IHSG sebesar 7,25 indeks poin, diikuti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 7,09 indeks poin dan PT Capital Financial Indonesia Tbk (CASA) sebesar 4,10 poin.
Beralih ke nilai tukar, rupiah Garuda harus mengakui kekuatan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan kemarin dengan melemah 0,15% atau terkoreksi ke level Rp16.640/US$. Rupiah sejatinya sudah mengalami pelemahan sejak dibuka pada perdagangan pagi tadi di level Rp16.620/US$ atau melemah tipis 0,03%.
Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak di rentang level Rp16.620 - Rp16.653/US$.
Pelemahan rupiah kemarin terjadi seiring rebound dolar AS di pasar global, meskipun secara tren dolar masih berada dalam tekanan. Mata uang greenback masih dalam tren pelemahan setelah serangkaian data ekonomi yang kurang menggembirakan memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga pekan depan.
Greenback juga mendapatkan tekanan dari meningkatnya spekulasi politik moneter di Washington. Investor kini menimbang peluang penunjukan Kevin Hassett, penasihat ekonomi Gedung Putih, sebagai Ketua The Fed menggantikan Jerome Powell pada Mei mendatang. Hassett diperkirakan akan mendorong pelonggaran kebijakan lebih cepat.
Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa ia akan mengumumkan kandidat pengganti Powell awal tahun depan. Namun proses seleksi yang diperpanjang ini meningkatkan ketidakpastian di pasar, terlebih karena sejumlah analis menilai bahwa penunjukan Hassett dapat menekan dolar.
Rebound dolar kemarin memberikan tekanan tambahan bagi rupiah, meskipun secara garis besar greenback masih dalam tren pelemahan.
Sementara itu, dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun pada perdagangan kemarin, Kamis (4/12/2025) tercatat turun signifikan ke level 6,190% atau turun 1,75%.
Sebagai catatan, imbal hasil atau yield obligasi yang turun menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membeli surat berharga negara (SBN). Sebaliknya, imbal hasil yang menguat mengindikasikan pelaku pasar kembali menjual SBN.

1 hour ago
1

















































