Bank Sentral Korea Warning Ekonomi Terancam Bahaya, Sentil Masalah Ini

7 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman krisis makin minimnya angka kelahiran di Korea Selatan (Korsel) membuat Gubernur Bank Sentral Korsel Rhee Chang-yong khawatir.

Ia bahkan tak segan menyatakan, permasalahan itu bisa membuat ekonomi Korsel akan mengalami kemerosotan mulai 2050. Korsel menurutnya tak akan lagi melihat pertumbuhan ekonomi jika masalah itu tak terselesaikan mulai 2050.

"Angka kelahiran saat ini merupakan keadaan darurat nasional. Jika tren ini terus berlanjut, Korea akan menghadapi krisis populasi yang tidak dapat diatasi yang mengancam stabilitas ekonomi dan kohesi sosial," kata Rhee, dilansir The Korea Times, seperti dikutip Sabtu (15/3/2025).

Yonhap News Agency melaporkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Korsel, jumlah rata-rata kelahiran turun ke titik terendah sepanjang masa, untuk periode kuartalan, sebesar 0,65 pada periode Oktober-Desember 2023.

Angka ini jauh di bawah target 2,1 kelahiran per wanita yang dibutuhkan untuk menjaga populasi negara tersebut stabil pada angka 51 juta jiwa tanpa adanya pertimbangan imigrasi.

Secara tahunan, angka kelahiran pada setiap wanita di Korea Selatan juga turun menjadi 0,72 pada 2023 dari tahun sebelumnya masih di level 0,78 per wanita, dan berlanjut merosot ke level 0,75 pada 2024. Pada 2015, jumlah angka kelahiran per wanita sebetulnya sudah di level 1,24.

Korea Selatan juga sebagai satu-satunya negara di antara negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD yang tingkat kesuburan totalnya berada di bawah 1 pada 2021.

Jumlah bayi yang lahir di Korea Selatan tahun lalu juga turun ke rekor terendah sebanyak 229.970 dengan penurunan 7,7% dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah bayi yang lahir di bawah 400.000 untuk pertama kalinya muncul pada 2017, dan merosot lebih jauh ke bawah 300.000 pada 2020 dan menjadi di bawah 250.000 pada 2022.

Gubernur Bank Sentral Sentil Biaya-Biaya Mahal

Gubernur Bank of Korea (BOK) Rhee Chang-yong pun menyerukan kepada pemerintah dan masyarakat Korsel untuk mengurangi persaingan yang ketat maupun beban terkait pekerjaan, sulitnya membeli perumahan, dan tingginya biaya perawatan anak.

"Jika tingkat kelahiran tetap pada angka 0,75 sebagaimana pada 2024, Korea mau tidak mau akan menghadapi pertumbuhan ekonomi negatif yang berkepanjangan setelah tahun 2050," ungkap Rhee.

Ia menganggap, kaum muda Korsel saat ini menghadapi persaingan ketat untuk mendapatkan pekerjaan yang semakin sulit dicari dan berkualitas tinggi, sehingga menyulitkan stabilitas karir.

Pada saat yang sama, harga perumahan juga terus melambung, membuat kepemilikan rumah tampak mustahil. "Di bawah tekanan ini, membesarkan anak menjadi lebih dari sekedar tantangan, malah beban finansial dan emosional yang sangat besar," ujar Rhee.

Menurutnya, masalah krisis demografi ini dipicu terkonsentrasinya populasi di Seoul, dan teramat kompetitifnya untuk masuk ke universitas. Selain itu, juga ada kontribusi perubahan iklim yang membuat beban keuangan terhadap aktivitas bisnis, rumah tangga, dan sistem keuangan.

"Kerusakan iklim lokal yang parah dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi rumah tangga dan bisnis, mengganggu stabilitas lembaga keuangan, dan menyebarkan guncangan ke seluruh perekonomian," tegasnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Rosan-Yasierli Cetak 2,6 Juta Lapangan Pekerjaan

Next Article Resesi Seks Makan Korban Baru: Jerman

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |