- Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam, IHSG terbang sementara rupiah melemah
- Wall Street berakhir di zona merah
- Tarif Trump dan pertumbuhan ekonomi China akan menjadi penggerak pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan pasar keuangan pada perdagangan kemarin bergerak tak senada. Rupiah justru melemah di saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mampu bertahan dengan melesat lebih dari 1%. Saham konglomerat lagi-lagi menjadi penopang IHSG ditengah penurunan saham perbankan big caps.
Pergerakan IHSG dan rupiah diperkirakan akan kembali volatile meskipun hanya terdapat empat hari perdagangan pada pekan ini.
Meskipun hanya empat hari perdagangan, pekan ini cukup banjir sentiment yang dapat menjadi dorongan positif bagi pasar keuangan. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (15/4/2025) ditutup menguat 1,15% atau naik 73,16 poin ke 6.441,68. Ini merupakan reli penguatan empat hari beruntun IHSG sejak Kamis pekan lalu. Secara kumulatif sejak terakhir ditutup merah pada perdagangan Rabu (9/4/2025), IHSG telah menguat 7,94%.
Sebanyak 335 saham naik, 249 turun, dan 219 tidak bergerak.
Nilai transaksi mencapai Rp 13,66 triliun yang melibatkan 24,03 miliar saham dalam 1,19 juta kali transaksi. Investor asing masih mencatat net sell Rp 2,48 triliun.
Mengutip Refinitiv, nyaris seluruh sektor perdagangan saham dibuka menguat, kecuali sektor kesehatan, teknologi dan konsumer primer yang mengalami kontraksi tipis. Adapun sektor dengan kenaikan tertinggi adalah energi sebesar 7,18%.
Saham emiten batu bara milik konglomerat Low Tuck Kwong, PT Bayan Resources (BYAN), menjadi penggerak utama IHSG pada perdagangan kemarin dengan sumbangsih 51,7 indeks poin.
Saham BYAN yang pada akhir perdagangan Senin anjlok hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB), kemarin mampu berbalik arah naik 17,47% ke Rp 20.000 per saham atau nyaris menyentuh batas auto rejection atas (ARA).
Selain itu, emiten blue chip juga menjadi penopang utama gerak IHSG. PT Bank Central Asia (BBCA), PT Barito Renewable Energy (BREN), PT Chandra Asri Pacific Tbk, (TPIA), dan PT Telkom Indonesia (TLKM) tercatat masuk lima besar emiten penggerak pasar pada perdagangan kemarin.
Sentimen utama perdagangan kemarin masih datang dari ranah global yakni terkait aksi perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan China. Terbaru, presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menunda kenaikan tarif barang elektronik yang membuat mayoritas bursa Asia dibuka pada perdagangan kemarin.
Mengutip CNBC Internasional, Panduan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS menyebut, Trump mengecualikan smartphone dan komputer serta perangkat dan komponen lain seperti semikonduktor dari tarif resiprokal barunya.
Namun, Trump dan Menteri Perdagangan Howard Lutnick pada hari Minggu menyatakan bahwa pengecualian tersebut tidak bersifat permanen, sehingga menimbulkan lebih besar ketidakpastian.
Trump mengatakan dalam sebuah postingan di Truth Social bahwa produk-produk ini masih tunduk pada Tarif Fentanil 20% yang ada, dan mereka hanya pindah ke 'ember' Tarif yang berbeda.
Beralih ke rupiah, merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa (15/4/2025) ditutup pada posisi Rp16.810/US$, rupiah atau melemah 0,24%. Posisi ini berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan kemarin (14/4/2025) yang ditutup pada level Rp16.770/US$ atau menguat 0,12%.
Pelemahan rupiah terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS.
Dolar AS sedikit menguat setelah Presiden AS, Donald Trump pada Senin menyatakan bahwa ia mempertimbangkan pengecualian jangka pendek terhadap tarif 25% atas impor kendaraan buatan luar negeri. Pernyataan ini muncul setelah sebelumnya ia mengumumkan pengecualian untuk ponsel pintar dan barang elektronik lainnya.
Namun, menurut analis strategi dari Pepperstone, Michael Brown, ia tetap akan menjual dolar setiap kali terjadi reli karena mata uang ini masih belum menunjukkan karakter sebagai aset safe haven, dan gagasan tentang keunggulan ekonomi Amerika Serikat (U.S. exceptionalism) kini "telah mati total."
Yang menarik, menurut Brown, sebagian besar aksi jual dolar dalam beberapa hari terakhir terjadi pada sesi perdagangan London dan Tokyo mengindikasikan bahwa investor internasional sedang mencari jalan keluar dari pasar AS.
Untuk sementara waktu, hal ini membuat mata uang Garuda cenderung tertekan meskipun secara umum apabila DXY terus terdepresiasi, maka hal ini akan menjadi angin segar bagi rupiah.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (14/4/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau melemah 0,27% di level 7,038%.
Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).
Pages