Asia Jadi Penguasa Industri Maritim Dunia: RI Sudah Siap?

2 weeks ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Pusat industri maritim, terutama pembuatan kapal, kini bergeser ke Asia. Indonesia sebagai salah satu negara di kawasan Asia pun diharapkan bisa segera berbenah agar bisa industri maritim di Tanah Air bisa mensejajarkan diri dengan macan Asia lain seperti China dan Korea Selatan.

Industri maritim masih menjadi tulang punggung perdagangan global.  Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfokus pada perdagangan, investasi, dan pembangunan UNCTAD memperkirakan 80% perdagangan dunia masih menggunakan lalu lintas laut.

Peran besar maritim dalam perdagangan dunia diyakini juga masih akan meningkat sejalan dengan naiknya permintaan untuk e-commerce, ekspansi pariwisata, dan pertumbuhan populasi global.

Industri ini juga akan ditopang oleh peningkatan belanja pemerintah untuk perbaikan kemampuan angkatan laut dan pertahanan. Belanja akan didorong oleh permintaan untuk kapal militer, termasuk kapal perang, kapal selam, dan kapal patroli.

Dengan peran besarnya itu, industri maritim, terutama pembuatan kapal masih akan memegang peran penting ke depan.

Studi dari Ken Research memperkirakan nilai pasar dari industri pembuatan kapal dunia diperkirakan menembus US$ 150,42 miliar pada 2024 dan akan tumbuh menjadi US$ 155,58 miliar pada 2025.

Sebuah kapal berlayar melalui Terusan Panama di kawasan dekat Jembatan Amerika di Kota Panama pada 24 April 2023. Kelangkaan curah hujan akibat pemanasan global memaksa Terusan Panama untuk mengurangi sarat kapal yang melewati jalur air antar samudra, di di tengah krisis pasokan air yang mengancam masa depan jalur maritim ini. Danau Alhajuela, di provinsi Colon, 50 km sebelah utara Kota Panama, adalah salah satu danau utama yang memasok air ke kunci Terusan Panama dan berada pada level terendah dalam beberapa tahun terakhir. (Photo by Luis ACOSTA / AFP)Foto: Sebuah kapal berlayar melalui Terusan Panama di kawasan dekat Jembatan Amerika di Kota Panama pada 24 April 2023. (AFP/LUIS ACOSTA)
Sebuah kapal berlayar melalui Terusan Panama di kawasan dekat Jembatan Amerika di Kota Panama pada 24 April 2023. Kelangkaan curah hujan akibat pemanasan global memaksa Terusan Panama untuk mengurangi sarat kapal yang melewati jalur air antar samudra, di di tengah krisis pasokan air yang mengancam masa depan jalur maritim ini. Danau Alhajuela, di provinsi Colon, 50 km sebelah utara Kota Panama, adalah salah satu danau utama yang memasok air ke kunci Terusan Panama dan berada pada level terendah dalam beberapa tahun terakhir. (Photo by Luis ACOSTA / AFP)

Nilai tersebut akan terus meningkat menjadi US$ 203,76 miliar pada 2033. Tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) industri pembuatan kapal diperkirakan sebesar 3,43% selama periode 2025-2033.

Dikutip dari The Hellenic Shipping News, permintaan kapal mencapai 65,81 juta CGT (Compensated Gross Tonnage) atau sekitar 2.412 kapal pada 2024. Jumlah tersebut naik 34% dibandingkan tahun sebelumnya.

Industri pembuatan kapal melibatkan konstruksi kapal baru dari awal dan biasanya dilakukan di fasilitas khusus yang dikenal sebagai galangan kapal.
Ada beragam kapal yang dibuat seperti kapal curah, tanker, kontainer, kapal pesiar, feri, dan jenis kapal khusus lainnya.

Asia Menjadi Pusat Industri Pembuatan Kapal Dunia

Dalam beberapa dekade terakhir, Asia telah muncul sebagai pusat industri pembuatan kapal. Kondisi ini ditopang lokasinya yang strategis serta sifat industri yang membutuhkan modal dan tenaga kerja yang besar. Meskipun Eropa adalah tempat lahirnya pembuatan kapal, konstruksi kapal besar untuk laut dalam sebagian besar telah beralih ke Asia.
Pesatnya industri juga ditopang oleh posisi strategis Asia dalam perdagangan global.

China, Korea Selatan, dan Jepang saat ini menguasai lebih dari 85% industri pembuatan kapal global. Namun, negara-negara Asia lain seperti Vietnam, Filipina, dan India juga memiliki potensi besar untuk berkembang di kancah pembuatan kapal global.

Pembuat kapal Korea dan Jepang kemungkinan akan melakukan investasi strategis dan manajemen risiko dalam ekspansi kapasitas karena mereka lebih selektif dalam menerima pesanan.

Sebaliknya, pembuat kapal China mungkin akan mengambil pendekatan yang berbeda di mana mereka akan fokus ke kapal pengangkut curah,yang sebagian besar dibangun oleh galangan kapal China.

Pembuat kapal Korea Selatan juga telah mengakuisisi galangan kapal di Vietnam dan Filipina. Kondisi ini menunjukkan bahwa Asia akan terus menjadi pusat utama industri pembuatan kapal global.

Di Vietnam, pembuatan kapal telah meningkat 10 kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Vietnam secara aktif berkolaborasi dengan mitra internasional untuk memperkuat kemampuannya.

India telah mengumumkan bahwa mereka akan mendirikan perusahaan pelayaran sebagai bagian dari strategi nasionalnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi ketergantungan pada jalur pelayaran asing dengan memiliki armada kapal nasional.

India telah menetapkan tujuan ambisius, dengan target menjadi salah satu dari 10 pembuat kapal teratas pada tahun 2030.

Sebaliknya, peran Amerika Serikat (AS) dan Eropa menurun. Pembuatan kapal di AS turun drastis dari 5% total global pada 1970an menjadi hayya 0,2-01,%.
Pada 2023, Eropa menerima 7% dari total pesanan global.

Bagaimana dengan Indonesia?

Dengan bentuk geografis negara kepulauan, Indonesia membutuhkan transportasi kelautan yang memadai. Sayangnya industri pembuatan kapal dalam negeri belum mampu memenuhi besarnya kebutuhan tersebut.

Data Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi pada 2017 menunjukkan terdapat 250 galangan kapal di Indonesia. Data tersebut belum ada pembaharuan meskipun pemerintahan sudah berganti.

Prosentase industri galangan kapal di RIFoto: Kemenko marvest
Prosentase industri galangan kapal di RI

Namun, kemampuan galangan tersebut sangat beragam. Kawasan industri galangan kapal di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepulauan Riau, saat ini tercatat sebagai yang terbesar.

Kondisi galangan kapal belum memadai sementara di sisi lain permintaan kapal meningkat karena adanya kenaikan penumpang.

Peningkatan permintaan produksi kapal juga tidak diikuti oleh fasilitas produksi. Kondisi ini membuat adanya backlog atau kekurangan jumlah produksi kapal yang diproduksi.

Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal Dan Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO), Anita Puji Utami, mengatakan potensi dibangunnya galangan kapal di wilayah Indonesia lainnya masih terbuka lebar.

Apalagi, dengan adanya hilirisasi, maka hal ini dapat mendorong pelaku usaha untuk membuat galangan kapal di wilayah Indonesia lainnya. Pasalnya, permintaan akan muatan akan meningkat.

Penyebaran Industri Galangan Kapal NasionalFoto: Kemenko Marves
Penyebaran Industri Galangan Kapal Nasional

"Sangat memungkinkan di wilayah Indonesia lain dibangun galangan kapal untuk mendukung hilirisasi pertambangan, kami dengar memang sudah mulai ada pembangunan ke arah sana yang mendekati wilayah smelter tersebut. Mungkin karena kebutuhannya danjuga transportasi yang diperlukan cukup cepat sehingga membutuhkan yang tidak terlalu jauh dari sana," ujar Anita kepada CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu.

Industri perkapalan sangat dibutuhkan karena potensi dari maritim Indonesia cukup besar dan karena kebutuhan dari transportasi laut ini harus terus menerus ada bagi pembangunan baru maupun yang masih prepare.

Penyebaran Industri Galangan Kapal NasionalFoto: Kemenko Marves
Penyebaran Industri Galangan Kapal Nasional

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penumpang transportasi laut melonjak 20,46% menjadi 25,9 juta juta pada 2023. Jumlah barang yang diangkut kapal pada 2024 naik 1,45% menjadi 379,24 ton pada 2024.

Tantangan Industri Pembuatan Kapal Global & Indonesia:
Kendati memiliki banyak potensi, industri pembuatan kapal dan maritim secara keseluruhan memiliki banyak tantangan:

1. Kekurangan sumber daya dan tenaga kerja
Kekurangan sumber daya manusia (SDM) menyebabkan industri pembuatan kapal menderita karena kekurangan tenaga kerja baru dan penuaan angkatan kerja. Tenaga kerja muda lebih cenderung memilih karier di bidang kantoran sebagai pilihan karier mereka.

2. Backlog pembuatan kapal
Pembuatan kapal memiliki waktu produksi yang sangat panjang, dengan waktu antara kontrak kapal dan pengiriman rata-rata 2-3 tahun.
Kondisi ini membuat backlog atau kekurangan jumlah produksi kapal yang diproduksi mencapai rata-rata lima tahun di tingkat global. Di Indonesia sendiri backlog mencapai dua tahun lebih.

3. Pembiayaan
Industri maritime sangat menggantungkan pada modal yang besar . Pendanaan pun menjadi hal yang krusial bagi sektor pembuatan kapal dan perusahaan pelayaran di seluruh dunia.
Namun, besarnya risiko pada industri ini membuat pembiayaan menjadi sulit terjangkau.

4. Penerapan energi hijau
Arah dunia yang menuju transisi hijau membuat industri pembuatan kapal juga berbendah. Industri ini diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan. Namun, kondisi ini akan membuat ongkos membengkak.

5. Kenaikan biaya pengiriman
Meningkatnya tarif peralatan kapal dan bahan bakar menyebabkan peningkatan biaya operasional, bersama dengan tantangan yang muncul akibat peraturan lingkungan yang ketat.

6. Ketidakpastian global dan risiko keamanan
Ketidakpastian politik meningkatkan risiko dalam lalu lintas perdagangan laut, termasuk ancaman perompak dan perang.
Tak jarang rute perdagangan kerap dialihkan karena memanasnya situasi politik di kawasan.

7. Bahan baku
Biaya bahan baku, terutama baja dan aluminium, telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pembuat kapal sangat bergantung pada bahan-bahan ini, yang menyumbang sebagian besar biaya konstruksi kapal. Kenaikan harga baja, yang dipicu oleh permintaan global dan kelangkaan, telah memberi tekanan pada galangan kapal untuk mengendalikan biaya sambil tetap menjaga profitabilitas.

Penggunaan bahan alternatif pun kini tengah dijajaki, sepertialuminum, magnesium, dan titanium. Namun, bahan-bahan ini sering kali memiliki tantangan tersendiri, termasuk ketersediaan yang terbatas dan biaya produksi yang tinggi.

8. Digitalisasi

Seperti industri lainnya, masa depan sektor pelayaran juga akan sangat ditentukan oleh transformasi digital.

Digitalisasi akan menyederhanakan operasi, meningkatkan visibilitas, dan mengurangi biaya. Teknologi seperti Internet of Things (IoT), Kecerdasan Buatan (AI), dan blockchain mendorong industri ini menuju operasi yang lebih efisien dan transparan.

Internet of Things (IoT), misalnya, memungkinkan perusahaan untuk memantau segala hal mulai dari kinerja mesin hingga kondisi kargo secara real-time.

Sayangnya, sektor maritim secara tradisional lambat dalam mengadopsi teknologi baru.

Sebagai contoh, dokumentasi berbasis kertas masih umum dilakukan dan sering menyebabkan keterlambatan, kesalahan, dan pengeluaran yang tidak perlu. Selain itu, data real-time yang terbatas menghambat kemampuan perusahaan untuk bekerja maksimal.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |