Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) diduga mengekspor jutaan ton limbah elektronik beracun ke negara-negara berkembang di Asia, terutama Asia Tenggara, melalui jalur perdagangan yang disebut "tsunami tersembunyi" oleh lembaga pengawas lingkungan Basel Action Network (BAN).
Dalam laporan yang dirilis Rabu, BAN yang berbasis di Seattle menyebut sedikitnya sepuluh perusahaan besar AS terlibat dalam pengiriman limbah elektronik ke negara-negara yang bahkan telah melarang impor e-waste. Nilainya diperkirakan mencapai US$200 juta per bulan atau sekitar Rp3,2 triliun.
"Tsunami limbah elektronik baru yang hampir tak terlihat ini sedang terjadi, mengisi margin keuntungan yang sudah tinggi dari sektor daur ulang elektronik," kata BAN dalam laporannya, dikutip Jumat (23/10/2025).
"Sebagian besar peralatan TI publik dan perusahaan Amerika diekspor secara diam-diam dan diproses dalam kondisi berbahaya di Asia Tenggara," lanjut laporan tersebut.
BAN juga memperkirakan, antara Januari 2023 hingga Februari 2025, pengiriman limbah elektronik itu mencapai sekitar 6% dari total perdagangan AS dengan Malaysia, yang menjadi salah satu penerima utama aliran limbah berbahaya ini.
Lembaga tersebut menuduh praktik ini difasilitasi oleh "perantara yang sebagian besar tidak diatur" di zona industri sekitar Los Angeles. Banyak dari mereka mengklaim sebagai pendaur ulang yang bertanggung jawab, namun justru mengekspor limbah berbahaya ke tempat pembuangan informal di luar negeri, kerap dengan cara salah mengklasifikasikan kargo sebagai bahan baku atau elektronik siap pakai.
"Kegiatan semacam ini tidak hanya berpotensi melanggar hukum internasional dan prinsip ESG, tapi juga mengancam kesehatan masyarakat serta lingkungan di Asia," ujar Direktur Eksekutif BAN, Jim Puckett, dalam keterangan tertulisnya.
Di banyak fasilitas pengolahan ilegal di Asia, limbah elektronik tersebut dibakar secara terbuka atau diproses dengan pencucian asam, yang melepaskan bahan kimia beracun ke udara dan air. Pekerja tanpa perlindungan yang memadai sering terpapar langsung bahan berbahaya seperti timbal, merkuri, dan kadmium.
Menurut data PBB, total limbah elektronik global mencapai 62 juta metrik ton pada 2022, namun kurang dari 25% yang didaur ulang secara benar. Angka ini diperkirakan melonjak menjadi 82 juta metrik ton pada 2030, seiring meningkatnya konsumsi perangkat digital di seluruh dunia.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Limbah Beracun Tambang Ilegal Tetangga RI, Sebut China

4 hours ago
3

















































