Jakarta, CNBC Indonesia - Tingkat fertilitas di berbagai negara menunjukkan pola yang menarik pada 2025. Berdasarkan data UN World Population Prospects 2024, 18 dari 20 negara dengan angka kelahiran tertinggi berada di Afrika, mengindikasikan pertumbuhan populasi yang pesat di benua tersebut.
Populasi Afrika diproyeksikan akan tumbuh menjadi 2,5 miliar pada 2050 dan berlipat ganda menjadi 3,2 miliar pada 2070. Saat ini, populasinya diperkirakan mencapai 1,51 miliar.
Tingkat fertilitas dihitung sebagai rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita selama masa suburnya. Angka di atas 2,1 menunjukkan pertumbuhan populasi, sementara angka di bawah itu bisa menyebabkan penyusutan populasi jika tidak diimbangi dengan migrasi.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan tingginya angka kelahiran di negara-negara berkembang adalah terbatasnya akses terhadap Kontrasepsi, banyak negara dengan fertilitas tinggi memiliki akses yang terbatas terhadap alat kontrasepsi modern.
Lalu tingkat kematian anak yang tinggi, selain itu adanya faktor ekonomi dan budaya yang menganggap bahwa anak adalah sumber dukungan ekonomi di masa depan layaknya semboyan "banyak anak banyak rejeki".
Lalu rendahnya akses pendidikan untuk anak perempuan. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan, semakin kecil kecenderungan untuk memiliki banyak anak.
Sebaliknya, di negara-negara maju, biaya hidup yang tinggi dan kesempatan kerja bagi perempuan meningkatkan biaya kesempatan (opportunity cost) untuk memiliki anak, yang menyebabkan tingkat fertilitas lebih rendah. Hal ini juga berkontribusi terhadap tren penuaan populasi di banyak negara Eropa.
Tingkat fertilitas yang tinggi dapat menunjukkan keterbatasan dalam akses pendidikan, layanan kesehatan, dan lapangan pekerjaan. Sementara itu, tingkat fertilitas yang rendah bisa mengarah pada tantangan lain seperti meningkatnya rasio ketergantungan lansia dan berkurangnya permintaan konsumen.
Dengan memahami tren fertilitas global, negara-negara dapat menyusun kebijakan yang lebih efektif untuk mengelola pertumbuhan populasi dan dampak ekonominya di masa depan.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)