AAUI Minta Relaksasi Permodalan hingga 8 Tahun, Konsistensi OJK Diuji

11 hours ago 1

Achmad Aris,  CNBC Indonesia

04 December 2025 16:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemenuhan ketentuan permodalan minimum tahap I bagi perusahaan asuransi dan reasuransi kurang 1 tahun lagi. Waktu yang sudah dekat tersebut membuat Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengajukan relaksasi penundaan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Setelah permintaan relaksasi hanya disampaikan melalui media massa, AAUI diketahui telah secara resmi mengirimkan surat permohonan penundaan kebijakan kenaikan modal minimum asuransi dan reasuransi kepada OJK. Informasinya, AAUI melampirkan hasil studi dari sebuah universitas ternama untuk memperkuat argumentasi perlunya relaksasi.

Tak tanggung-tanggung, AAUI minta regulasi permodalan baru ditunda hingga 8 tahun alias mundur dari 2028 menjadi 2036. Harapannya, dalam periode relaksasi ini perusahaan asuransi bisa melakukan pemenuhan permodalan secara organik melalui laba ditahan.

Permintaan AAUI ini disebut merupakan aspirasi dari perusahaan-perusahaan anggota. Namun demikian, seorang eksekutif perasuransian mengungkapkan bahwa sebenarnya aspirasi yang dimaksud bukan aspirasi bulat anggota AAUI. Akan tetapi, aspirasi dari perusahaan asuransi kecil yang tengah kesulitan untuk memenuhi ketentuan modal minimum yang tenggat waktunya tinggal 1 tahun lagi.

Menurut dia, terkait ketentuan permodalan ini sebenarnya suara anggota AAUI terbelah. Anggota yang notabene dari kelompok perusahaan besar tidak mempermasalahkan ketentuan modal minimum ini tetapi sebaliknya untuk anggota dari kelompok perusahaan kecil.

Berdasarkan olah data yang dilakukan oleh CNBC Indonesia Research, setidaknya ada 41 perusahaan asuransi umum yang per 31 Desember 2024 nilai ekuitasnya masih di bawah Rp500 miliar. Dari jumlah tersebut, sebanyak 17 perusahaan ekuitasnya masih di bawah Rp250 miliar.

Alasan yang dijadikan dasar penundaan implementasi POJK Nomor 23 Tahun 2023 ini antara lain kondisi perekonomian nasional yang belum sepenuhnya pulih, beban regulasi baru seperti IFRS 17 atau PSAK 117 yang berdampak menekan posisi ekuitas dan profitabilitas perusahaan, dan sulitnya mencari investor di tengah Return on Investment (ROI) industri asuransi yang tidak menarik.

Industri asuransi Tanah Air memang sedang tidak baik-baik saja sehingga manajemen perusahaan asuransi kesulitan untuk mencapai target ROI yang diminta investor. Sejumlah faktor melatarbelakangi kondisi ini antara lain pasar yang stagnan, perang harga yang sengit, biaya akuisisi yang jor-joran, dan praktik underwriting yang asal-asalan. Intinya proses bisnis asuransi saat ini berjalan dengan sangat tidak efisien.

Dengan kondisi praktik bisnis asuransi yang tidak sehat tersebut, strategi organik memupuk modal menjadi sesuatu yang mustahil dilakukan. Alih-alih memupuk modal, perusahaan justru akan terjebak pada kompetisi yang tidak sehat yang ujungnya membuat fundamental perusahaan rapuh.

Konsistensi Sikap OJK Diuji

Dalam berbagai kesempatan, OJK telah menegaskan bahwa sikapnya masih konsisten untuk menjalankan kebijakan permodalan minimum perusahaan asuransi dan reasuransi sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan dalam POJK 23/2023.

Salah satunya dalam forum CEO Forum & Executive Gathering di acara Indonesia Rendezvous ke 29 di Bali pada Oktober 2025, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menegaskan bahwa OJK masih konsisten dengan implementasi POJK No. 23/2023.

"Kebijakan permodalan dilaksanakan secara konsisten guna mewujudkan industri asuransi yang sehat dan berdaya saing," tegas Ogi dalam pernyataan tertulisnya kepada awak media pada akhir Oktober 2025.

Namun demikian, pernyataan-pernyataan OJK tersebut disampaikan sebelum surat permohonan relaksasi dikirim oleh AAUI. Di sinilah, konsistensi OJK dalam menjalankan kebijakan penguatan permodalan industri asuransi diuji.

Apakah penundaan penerapan ketentuan permodalan minimum ini akan memberikan jaminan semua perusahaan asuransi umum bisa memenuhi ketentuan modal minimum ini? Atau penundaan ini hanya sekadar untuk memperpanjang nafas dari perusahaan asuransi kecil?

Perlu diingat bahwa tujuan POJK 23/2023 adalah mendorong konsolidasi perusahaan asuransi dan reasuransi sebagai upaya meningkatkan ketahanan dan daya saing industri asuransi dalam memenuhi kebutuhan penyerapan risiko dalam negeri secara optimal.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan OJK adalah di tengah permintaan relaksasi ini, pemerintah melalui Danantara telah menyiapkan rencana konsolidasi perusahaan asuransi dan reasuransi keluarga besar pelat merah. Rencana konsolidasi ini sekaligus menunjukkan komitmen dan kesiapan industri asuransi keluarga besar pelat merah dalam mengimplementasikan POJK No. 23/2023.

Hasil kajian IFG Progress menyimpulkan bahwa peningkatan modal minimum merupakan langkah penting yang perlu diimplementasikan guna mendorong stabilitas industri asuransi di Indonesia. Peningkatan modal minimum akan mendorong market power yang stabil dalam rangka mencapai indeks lerner yang optimum bagi industri asuransi, sehingga akan mendorong pricing competition yang lebih sehat di industri asuransi.

IFG Progress menilai bahwa pemenuhan ketentuan permodalan melalui skema organik dengan menggunakan tingkat profitabilitas menjadi tantangan bagi perusahaan asuransi. Oleh karena itu, skema konsolidasi melalui pembentukan KUPA baik itu dilakukan melalui merger atau akuisisi menjadi pilihan yang cukup sesuai dalam menghadapi penyesuaian permodalan di industri asuransi seiring dengan potensi yang menyertainya.

(ach/ach)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |